Kamis, 24 April 2008

KEADILAN LANGIT

Oleh Paulus F Samuel

Pidato-pidato politik, pidato-pidato kenegaraan para pemimpin dari pusat hingga daerah, keadilan yang mereka katakan hanyalah keadilan podium.
Apa sesungguhnya devinisi keadilan yang rakyat inginkan, mereka tidak tahu, keadilan hanya merupakan sebuah sisipan pemanis kata bagi mereka yang rajin mengucapkannya.
Keadilan sesungguhnya sudah tidak ada lagi didunia ini, yang tersisa hanya kemunafikan.
Ketidak adilan yang dirasakan adil, tentu hanya bagi mereka-mereka yang berlaku tidak adil. Ketidak adilan ada memang sejak negara-negara terbentuk diseluruh dunia ini, satu kelompok memisahkan diri dari kelompok lain, keinginan berkuasa lahir dari jiwa-jiwa yang memang merancang diri untuk tidak berbuat adil. Ketidakadilan dimuka bumi ini sudah seperti efek domino, mereka yang dizalimi oleh kelompok berkuasa akan berusaha keras menciftakan berbagai strategi untuk mengahancurkan kelompok berkuasa tersebut, ketika kekuasaan dapat direbut dari tangan mereka, dia akan menjadi penguasa baru, apa yang akan dilakukannnya setelah itu, dia akan melakukan seperti apa yang dilakukan oleh terdahulu terhadap diri dan kelompoknya, maka keadilan yang digaungkan saat mencari simpati menjadi sebuah kata kiasan semata, tidak ada keadilan, yang ada balas dendam.
Jangan berharap mencari keadilan dihati dan tangan-tangan manusia didunia ini, dikalangan yang paling religius sekalipun keadilan sudah sirna, keadilan hanya ada dilangit, kita tidak tahu dimana keadilan itu tersimpan.
Jangankan dilingkungan yang paling luas keadilan akan ada, dikelompok kecil sekalipun keadilan susah didapat, distribusi kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknyapun tidak akan pernah adil. Yang adil hanyalah sebuah ide, karena ide melahirkan devinisi tentang keadilan itu sendiri, maka ketika seseorang menerapkan keadilan yang sesuai dengan devinisi yang dibuatnya, dan dimentahkan oleh devinisi lain, ia akan mencari kebenarannya sendiri dengan menggunakan sebuah teori relatifisme.
Mencarai keadilan ditangan dan hati manusia bagaikan mencari permata didalam bak penampungan kakus yang penuh dengan bau kotoran, sedangkan ketidak adilan didunia ini bagaikan pengguna obat fsikotropika hari demi hari bulan dan tahun ketidak adilan merajai dunia ini semakin meningkat dengan modus yang berbeda-beda.

Ada dongeng tentang pencari keadilan, seorang pengembara naik gunung turun gunung menyusuri lembah tiada mengenal lelah bertahun-tahun lamanya mencari dan terus mencari, semua orang yang dianggabnya arif didatanginya, namun keadilan yang diinginkannya tiada kunjung didapat. Dalam perjalanan panjangnya sang pengembara mendapat informasi bahwa ada seorang yang sangat jujur tinggal diatas pegunungan, mungkin disana keadilan yang ia cari akan didapatkan, berhari-hari lamanya melewati halangan rintangan akhirnya sampai juga ketempat yang dituju.
Sesampainya ditempat tinggal orang tersebut, ia mengutarakan maksud dan tujuannya, mendengar penuturan pengembara tadi, orang arif jujur dan bijaksana tadi tertawa namun raut wajahnya menampakkkan kesedihan yang dalam.
Pengembara bertanya dalam hatinya, apa yang lucu dari saya, dan apa yang saya lakukan sehingga membuat orang ini menjadi sedih ?
Tetapi orang tersebut mengetahui apa yang dipikirkan oleh pengembara, kata orang tua tersebut “ anak muda saya tertawa karena kamu mencari sesuatu yang memang tidak ada, saya bersedih karena kamu percaya pada saya, dan saya tidak dapat memberikan sesuatu yang kamu maksud, kamu lihat keadaan saya sekarang, hidup dalam kesendirian dalam belantara ini”. Tanya pengembara “ tapi orang bilang bapak orang jujur, arif dan bijaksana ?”. kata orang tersebut, “apa yang kamu katakan itu benar, kejujuran, kearifan dan kebijaksanaan yang saya miliki tapi keadilan saya tidak punya, itulah alasan saya hidup menyendiri dibelantara ini.
Kata orang itu lagi, “anak muda, keadilan itu kejam, kalau kamu bisa berbuat kejam, dan menyimpan kata tega, mungkin kamu bisa berbuat adil. Jika kamu mempunyai seseorang yang sangat kamu kasihi dan kamu sayangi melakukan kesalahan pada orang lain hingga menghilangkan nyawa orang lain tersebut, maka jika kamu ingin berbuat adil lakukanlah seperti apa yang diperbuatnya terhadap orang lain itu, itupun kamu tidak akan disebut sebagai orang yang adil, bahkan kamu akan dijuluki orang yang kejam. Anak muda... renungkanlah.... bahwa keadilan sesungguhnya tidak ada, keadilan itu hanya ada dilangit, keadilan yang ada didunia ini hanya keadilan sepihak, orang yang menyebutnya adil karena ia diuntungkan dengan keputusan, tetapi orang yang dirugikan akan menyebut kamu tidak adil.
Sekarang saya tidak punya siapa-siapa lagi, anak dan isteri saya, saya bunuh karena mereka juga membunuh. Pengembara terdiam sejenak, saat itu ia mengerti bahwa keadilan memang tidak ada, seketika ia terjaga dari tidur dan mimpi panjangya.

Dari ilustrasi ceritera pengembara tadi menggambarkan betapa sulitnya mencari keadilan, bahkan untuk berbuat keadilan menjadi sebuah pilihan yang sulit, keadilan hakiki hanya ada dalam sebuah ide, mudah diucapkan namun sulit untuk dilaksanakan.
Keadilan yang diucapkan oleh dan dari rezim kuasa satu berpindah dari rezim kuasa lainnya merupakan kebalikan dari keadilan yang tergambar dalam siklus spiral, yang diambil perbedaannya besar dan kecil lingkaran ketidak adilan serta motif yang dilakukan berbeda-beda, toh yang terjadi tetap tidak adil.
Menyebut keadilan bagi banyak orang sama mudahnya dengan menyebut kata demokrasi, sesungguhnya kedua-duanya sama-sama terkurung dalam sebuah bola kristal. Yang membuat keadilan dan demokrasi tidak dapat diimplementasikan dengan baik dan benar adalah rasa ketakutan, rasa ketakutan akan kehilangan kekuasaan, rasa ketakutan akan kehilangan simpati, rasa ketakuta untuk dikritik dan lain sebagainya, jadi intinya bola kristal yang mengkungkung keadilan dan demokrasi tersebut adalah rasa ketakutan.
Keadilan dan demokrasi yang dipraktikkan pada setiap berlangsungnya pesta demokrasi, adalah pemaksaan kehendak, memaksakan orang untuk berperan sebagai protagonis, memaksakan orang untuk memahami dirinya sendiri, serta berusaha menjadikan orang bermain dalam ruang dan waktu kemunafikan demi kepentingan diri dan kelompok terdekatnya. Keadilan sangat mahal dan susah dicari, keadilan hanya dimiliki oleh Tuhan dan oleh setiap orang yang menyebut adil, karena adil menurut saya belum tentu adil menurut anda-anda semua. Keadilan bersama sudah tidak ada lagi, keadilan yang masih tersisa tinggal keadilan yang mempunyai terjemahan bebas tanpa batas.

Tidak ada komentar: